Senin, 17 Oktober 2011

CSR

Apa yang dimaksud dengan CSR atau Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab social?


Tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu bentuk perusahaan pengaturan diri diintegrasikan ke dalam model bisnis. (CSR, juga disebut hati nurani perusahaan, corporate citizenship, kinerja sosial, atau bisnis yang bertanggung jawab berkelanjutan) Kebijakan CSR berfungsi sebagai mekanisme built-in, mengatur diri sendiri dimana bisnis memonitor dan memastikan kepatuhan aktif dengan semangat hukum, standar etika, dan norma-norma internasional.

Adapun tujuan dari CSR adalah untuk merangkul tanggung jawab atas tindakan perusahaan dan mendorong dampak positif melalui kegiatan terhadap lingkungan, konsumen, karyawan, masyarakat, stakeholder dan semua anggota lain dari ruang publik. Selanjutnya, CSR yang berfokus pada bisnis secara proaktif akan mempromosikan kepentingan publik (PI) dengan mendorong pertumbuhan dan pengembangan masyarakat, dan secara sukarela menghilangkan praktek-praktek yang merugikan ruang publik, terlepas dari legalitas. CSR sengaja dimasukkannya PI dalam proses pembuatan keputusan perusahaan, yang merupakan bisnis inti dari perusahaan atau perusahaan, dan menghormati dari triple bottom line: orang, planet, dan keuntungan.

Sejarah CSR

The "tanggung jawab sosial perusahaan" istilah datang ke umum digunakan pada 1960-an dan awal 1970-an, setelah perusahaan multinasional banyak terbentuk. Stakeholder panjang, yang berarti mereka pada siapa aktivitas organisasi memiliki dampak, digunakan untuk menggambarkan pemilik perusahaan pemegang saham luar sebagai akibat dari sebuah buku berpengaruh oleh R. Edward Freeman, manajemen strategis: suatu pendekatan stakeholder pada tahun 1984 [2] Para pendukung berdebat. bahwa perusahaan membuat keuntungan jangka yang lebih panjang dengan mengoperasikan dengan perspektif, sementara kritikus berpendapat bahwa CSR mengalihkan perhatian dari peran ekonomi bisnis. Lainnya berpendapat CSR hanyalah etalase, atau upaya untuk mendahului peran pemerintah sebagai pengawas atas perusahaan multinasional yang kuat.

CSR berjudul untuk membantu misi organisasi serta panduan untuk apa perusahaan berdiri dan akan menjunjung tinggi kepada konsumen. Pengembangan etika bisnis adalah salah satu bentuk etika terapan yang meneliti prinsip-prinsip etika dan masalah moral atau etika yang dapat timbul dalam lingkungan bisnis. ISO 26000 adalah standar internasional yang diakui untuk CSR. Organisasi sektor publik (PBB misalnya) mematuhi triple bottom line (TBL). Hal ini diterima secara luas bahwa CSR menganut prinsip yang sama tetapi dengan tidak ada tindakan formal undang-undang. PBB telah mengembangkan Prinsip Investasi Bertanggung jawab sebagai pedoman bagi investasi entitas.


Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR.


Riset dan penelitian menunjukkan, bahwa praktik CSR yang dilakukan perusahaan, kini tidak hanya sekedar mencegah risiko reputasi saja, melainkan berpeluang dalam membangun pertumbuhan (growth). Sebuah studi yang dilakukan IBM baru-baru ini kepada 250 orang pemimpin bisnis di seluruh dunia juga menegaskan adanya tren ini. Berikut ini adalah beberapa temuan penting dari studi tersebut:

◦ 68 persen dari bisnis yang disurvei sudah berfokus pada aktivitas CSR, dan 54 persen diantaranya percaya bahwa CSR akan memberikan keunggulan bagi mereka.

◦ Meskipun konsumen yang mendorong adanya CSR, namun nyatanya 76 persen dari responden mengaku bahwa mereka tidak memahami apa yang menjadi perhatian CSR konsumen. Bahkan hanya 17 persen yang benar-benar bertanya.

◦ 3/4 responden mengaku bahwa jumlah informasi tentang mereka yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Menurut George Pohle dan Jeff Hittner dari IBM, terdapat tiga dinamika yang harus dipahami oleh perusahaan dalam keterlibatannya dengan CSR:


Information – From Visibility to Transparency

Supaya terjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen maupun stakeholder, maka perusahaan harus mengadopsi teknologi maupun praktek bisnis yang memungkinkan para stakeholder untuk memperoleh informasi kapanpun dan dimanapun mereka berada, Misalnya, perusahaan perusahaan infrastruktur memungkinkan pelanggan untuk berpindah sumber energi berdasarkan ketersediaan sumber yang paling ramah lingkungan secara real time. Atau telepon seluler yang dapat men-scan bar code produk supaya memunculkan informasi yang diinginkan pengguna, mulai dari bahan-bahan hingga energi yang digunakan untuk membuatnya.

Jika sebelumnya transparansi dan akuntabilitas memang jarang diimplementasikan di masa lalu, namun kini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang terlibat dengan banyak pihak. Ini bukan hanya masalah menyediakan informasi lebih banyak, melainkan informasi yang bernar. Perusahaan yang memberikan informasi relevan akan memenangkan kepercayaan dari konsumen, sehingga tercipta platform pertumbuhan yang kuat.

Impact on Business – From Cost t Growth

Perusahaan memandang CSR sebagai biaya izin untuk berbisnis di pasaran. Karena jika mereka gagal memenuhi regulasi lokal maupun global, maka reputasi merek ataupun perusahaan jadi taruhannya. Namun, kini perusahaan mulai memandang CSR sebagai sarana dalam menemukan ide produk baru, diferensiasi, menekan biaya, mempercepat entry pasar, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik dalam talent wars.

CEMEX misalnya, menyediakan diskon bagi pelanggan dengan pendapatan rendah dan membolehkan mereka untuk membayar material secara mingguan. Ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses material berkualitas tinggi dengan harga sekitar 2/3nya saja. Nyatanya, in
i justru memperluas pasar dan mendorong penjualan CEMEX. Segmen ini tumbuh 250% per tahunnya.
Perusahaan juga memandang bahwa inisiatif CSR dapat mengurangi struktur biaya secara keseluruhan ataupun meningkatkan produktivitas. Canadian pulp and paper, misalnya, berhasil mengurangi emisinya sebanyak 70% dan energi sebanyak 21% sejak 1990. Pada 2005 dan 2006, perusahaan berhasil menghemat sebanyak $4.4 juta untuk pengurangan konsumsi bahan bakar sebesar 2%.

Relationships - From Containment To Engagement

Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis mematuhi standar lingkungan masyarakat.

Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya. Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi, serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh akses serta memperoleh hasil lebih mudah.

Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian. Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba naik 22% pada 2006 hingga 2007.





































Sumber Bacaan :

Rinella Putri, 2008. Strategi CSR Juga Mendorong Growth.
http://vibiznews.com/journal.php?id=104&page=str_mgt
http://mm-unja.blogspot.com/2009/07/contoh-perusahaan-yang-menerapkan-csr.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar